Media sosial dibanjiri gambar dengan gaya Studio Ghibli yang diproduksi ChatGPT. Mengapa tren ini diikuti kontroversi terkait hak cipta?
OpenAI baru saja memperkenalkan kemampuan image generation atau pembuatan gambar pada model GPT-4o yang mereka kembangkan. Hanya dalam waktu sehari, kemampuan image generation yang bisa diakses dari platform ChatGPT ini mendapat perhatian besar dari berbagai pihak.
Sesungguhnya, alat untuk menciptakan gambar sudah ada sejak lama di ChatGPT. Pada awal 2021, OpenAI meluncurkan sebuah model AI bernama DALL-E yang dikembangkan khusus untuk menciptakan gambar berdasarkan teks dari pengguna. Selama bertahun-tahun pula, DALL-E diintegrasikan ke ChatGPT, bersanding dengan model AI lain yang dikembangkan sebagai asisten umum seperti GPT-4o yang sebelumnya tak memiliki kemampuan membuat gambar.
Namun, kemampuan image generation yang disematkan ke GPT-4o kali ini jauh lebih powerful dibanding DALL-E yang sekarang sudah mencapai generasi ketiga. Berdasarkan uji coba yang dilakukan OpenAI serta gambar-gambar yang diunggah pengguna, 4o image generation memiliki kemampuan untuk menghasilkan gambar yang sangat realis, detail, dan mampu “menuliskan” teks dengan sangat presisi. (Baca juga tulisan saya di Kompas.id tentang topik ini).
Padahal, seperti kita tahu, model AI generasi sebelumnya kerap kesulitan jika diminta membuat gambar yang realis dan sering salah saat menggambar anggota tubuh manusia secara detail, seperti jari tangan. Masalah lainnya yang dalam waktu lama tak terpecahkan adalah kesalahan saat AI membuat gambar yang mengandung elemen teks. Dalam sejumlah kasus, AI kerap menghasilkan teks yang tak terbaca atau tak akurat saat membuat gambar.
Akan tetapi, berbagai masalah itu kini mulai teratasi dengan hadirnya 4o image generation. Tak heran, tools pembuatan gambar tersebut disambut antusias oleh warganet. Apalagi, pengguna juga bisa memanfaatkan tools itu untuk “mengedit” foto menjadi gambar dengan gaya tertentu, seperti anime ala Studio Ghibli.
Media sosial beberapa hari terakhir ini pun dibanjiri gambar-gambar anime ala studio film animasi asal Jepang itu yang dibuat dengan ChatGPT. Banyak orang mengunggah foto mereka bersama keluarga, lalu meminta ChatGPT mengubahnya menjadi anime dengan gaya Studio Ghibli. Sejumlah orang juga mereproduksi foto-foto terkenal menjadi gambar dengan gaya tersebut.
Maka, kita melihat foto legendaris Donald Trump seusai insiden penembakan serta saat adu mulut dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menjadi anime ala Studio Ghibli. Anime serupa juga dibuat untuk sejumlah adegan film dan meme legendaris yang pernah beredar di internet.
Di Indonesia, Ainun Najib, yang dikenal sebagai pendiri Kawal Pemilu 2019 Kawal Covid-19, membuat reproduksi sejumlah foto bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menjadi ala Studio Ghibli. Di antara yang direproduksi itu adalah foto momen Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 serta foto berbagai tokoh, seperti Soekarno-Hatta, Jenderal Soedirman, hingga Soeharto. Ada juga foto momen saat Pak Harto mengundurkan diri dan Gus Dur keluar dari istana dengan celana pendek.
Selain anime dengan ciri khas Studio Ghibli, ChatGPT juga mampu menghasilkan gambar dengan gaya lain, misal berdasarkan film animasi The Simpsons hingga lukisan ala Van Gogh dan Picasso.
Akan tetapi, di balik antusiasme produksi gambar ala Studio Ghibli dengan ChatGPT, tren itu juga memunculkan kontroversi. Sejumlah pihak mengkritisi OpenAI karena karya-karya Studio Ghibli dan karya seni lain yang ditiru gayanya oleh ChatGPT itu dilindungi dengan hak cipta.
Apalagi, Hayao Miyazaki, animator legendaris yang merupakan salah satu pendiri Studio Ghibli, disebut pernah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penggunaan AI untuk membuat animasi. Rekaman video yang menampilkan pernyataan Miyazaki pun beredar di media sosial untuk “menandingi” tren gambar ala Studio Ghibli yang diproduksi ChatGPT.
Sementara itu, seperti dikutip dari TechCrunch, Evan Brown, pengacara hak kekayaan intelektual di firma hukum Neal & McDevitt, Amerika Serikat, menyatakan, produksi gambar dengan ChatGPT berada dalam wilayah abu-abu. Di satu sisi, dia menyebut, gaya suatu karya seni tidak secara eksplisit dilindungi oleh hak cipta sehingga OpenAI bisa jadi tak melanggar hukum saat ChatGPT menghasilkan gambar dengan gaya Studio Ghibli.
Di sisi lain, muncul juga pertanyaan tentang proses yang dilakukan OpenAI untuk melatih AI agar mampu menghasilkan gambar yang mirip dengan gaya Studio Ghibli. Apakah OpenAI menggunakan film-film Studio Ghibli untuk melatih model AI-nya? Jika iya, apakah proses ini merupakan pelanggaran hukum?
Masalah terkait produksi gambar ala Studio Ghibli ini kian menambah daftar panjang kontroversi dalam hubungan AI dan hak cipta. Sebelumnya, beberapa pihak, termasuk media New York Times, mengajukan gugatan ke OpenAI karena perusahaan itu dituduh menggunakan karya yang dilindungi hak cipta untuk melatih model AI.
Ke depan, tampaknya hubungan AI dan hak cipta ini bakal makin kompleks. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, tetapi menurut saya, tuntutan agar perusahaan AI lebih menghargai karya yang memiliki hak cipta merupakan sesuatu yang wajar. AI memang memiliki manfaat nyata bagi banyak orang, tetapi pengembangan teknologi itu seharusnya dilakukan dengan penuh tanggung jawab serta sesuai dengan etika dan hukum.